Notification

×

Iklan

Iklan

ABG Dipaksa Cium Kaki dan Berkelahi di Cibodas, Polisi: Tak Ada Sanksi, Hanya Buat Surat Perjanjian

Rabu, 30 Juli 2025 | 17.23.00 WIB Last Updated 2025-07-31T06:20:39Z

ABG Dipaksa Cium Kaki dan Berkelahi di Cibodas, Polisi: Tak Ada Sanksi, Hanya Buat Surat Perjanjian
Gambar tangkapan layar video 

TANGERANG.BERITATANGERANG.CO.ID
— Sebuah video kekerasan terhadap anak  mencuat di Kota Tangerang. Dalam rekaman berdurasi singkat itu, tampak sekelompok remaja putri atau Anak Baru Gede (ABG) mempermalukan salah satu temannya secara keji. Peristiwa yang diduga terjadi di kawasan Perumahan Aster, Cibodas, Kota Tangerang, ini menyulut kecaman publik setelah viral di media sosial.


Dalam video tersebut, seorang ABG bertubuh kurus dan berambut panjang terlihat dipaksa untuk berkelahi dengan temannya. Ironisnya, aksi itu bukan karena konflik pribadi, melainkan atas suruhan seorang ABG lain yang disebut-sebut sebagai “Kakak” dalam kelompok mereka. Sosok yang tampak lebih tua dan dominan itu memerintahkan duel sambil disaksikan rekan-rekan lainnya.


Tak berhenti di situ. Korban yang sempat terjatuh, lalu diperintah untuk mencium kaki teman-temannya,sebuah tindakan yang bukan hanya merendahkan martabat, tapi juga menunjukkan pola kekerasan psikologis yang berbahaya jika dibiarkan berulang.


Kapolsek Jatiuwung Kompol Rabiin saat dikonfirmasi menyatakan bahwa kasus tersebut terjadi beberapa hari lalu sudah ditangani oleh jajarannya. Semua pihak yang terlibat, baik pelaku maupun korban, telah dipanggil dan diminta untuk menandatangani surat perjanjian.


“Ya, mereka masih anak-anak. Jadi kami minta mereka buat surat perjanjian saja,” kata Rabiin singkat, Rabu (30/7/2025).


Rabiin menegaskan bahwa tak ada unsur pidana dalam kasus tersebut, sehingga tidak diberikan sanksi hukum apapun. “Tidak diberi sanksi karena tidak ada ranah pidana. Hanya itu saja,” katanya.


Namun sikap ini memunculkan pertanyaan: benarkah tidak ada unsur pidana dalam peristiwa yang jelas-jelas mengandung unsur perundungan dan pelecehan martabat?


Aktivis perlindungan anak menyebut peristiwa seperti ini seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak. “Meskipun dilakukan oleh sesama anak, unsur pemaksaan, kekerasan fisik, dan pelecehan secara psikologis tetap bisa dikategorikan sebagai kekerasan terhadap anak. Negara seharusnya tidak menunggu korban bertambah banyak,” ujar seorang pengamat perlindungan anak yang enggan disebutkan namanya.


Publik pun menyoroti lemahnya langkah hukum terhadap pelaku kekerasan remaja yang dibungkus dalih “masih anak-anak”. Padahal, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara tegas menyebut bahwa setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan fisik, psikis, maupun seksual, termasuk dari teman sebayanya.


Kini, banyak pihak mendesak agar Pemkot Tangerang, Dinas Pendidikan, dan instansi terkait tak hanya sekadar “menyelesaikan secara kekeluargaan”, melainkan hadir dengan pendekatan yang lebih tegas dan preventif, termasuk edukasi anti-perundungan di sekolah dan komunitas remaja.


Red/Jfr