![]() |
Gambar ilustrasi/ Sumber : Giogle |
TANGERANG.BERITATANGERANG.CO.ID — Di balik pintu kaca berstiker gelap dan lampu neon bertuliskan “Karaoke Lounge & Bar”, malam bergerak dengan irama berbeda. Suara tawa, lagu-lagu lawas, dentingan gelas, dan deru AC menyatu dalam satu ruang, "Dunia karaoke malam" tempat banyak pria mencari lebih dari sekadar hiburan.
Barry (bukan nama sebenarnya), pria 39 tahun, manajer di perusahaan swasta yang sudah hampir lima tahun menjadi pelanggan tetap salah satu karaoke eksekutif di kawasan Alam Sutera.
"Kalau orang luar lihat, mungkin ini tempat orang cari nakal. Tapi buat saya, ini tempat istirahat batin," ujarnya, sambil menyulut rokok dan memilih lagu “Pupus” dari Dewa 19.
Karaoke malam memang bukan sekadar soal nyanyi. Di dalam bilik kedap suara itu, banyak hal larut: stres kerja, kesepian, rindu masa muda, bahkan luka rumah tangga yang tak pernah selesai. “Saya bisa ngobrol di sini lebih jujur ketimbang di rumah sendiri,” kata Berry pelan.
Beberapa datang untuk nostalgia, lainnya sekadar ingin ditemani oleh lagu, oleh teman minum, atau kadang oleh pemandu lagu yang tahu cara mendengar. “Kadang cuma butuh orang yang nggak menghakimi," ujar pengusaha yang mengaku lebih sering ke karaoke saat bisnis sedang seret. “Biar nggak stres sendiri.”
Namun, dunia ini juga menyimpan sisi gelap. Konsumsi alkohol, relasi semu, hingga keterikatan emosional yang keliru kadang tumbuh di antara lampu remang dan sofa empuk. “Bisa bikin lupa arah kalau terlalu larut. Beberapa teman saya jadi berantakan gara-gara terlalu nyaman di dunia yang begini,” lanjutnya sambil tersenyum kecut.
Meski begitu, tak bisa dimungkiri bahwa karaoke malam jadi salah satu bentuk pelarian laki-laki urban. Saat ruang publik terasa sempit dan emosi tak bisa ditumpahkan sembarangan, mikrofon di ruangan gelap itu menjadi jalan keluar.
“Setidaknya, saat nyanyi saya merasa hidup. Walau cuma dua jam, saya bebas,” kata Roby seorang pengunjung di lokasi berbeda.
Dunia karaoke malam, bagi sebagian orang, adalah tempat antara. Antara rindu dan lupa, antara hening dan bising, antara menjadi diri sendiri atau sekadar pura-pura kuat.
Dan saat lagu terakhir diputar dan lampu kembali terang, mereka kembali ke dunia semula dengan sedikit kelegaan di dada, dan kadang, dengan satu keping rasa bersalah yang disimpan dalam diam.
Jfr