Notification

×

Iklan

Iklan

Ziarah Malam ke Makam Gajah Barong: Mencari Hening di Tengah Sunyi Tigaraksa

Selasa, 05 Agustus 2025 | 02.28.00 WIB Last Updated 2025-08-04T20:05:40Z

Makam Keramat Syekh Gajah Barong di desa Cileles Kecamatan Tiga Raksa Kabupaten Tangerang 

KAB.TANGERANG.BERITATANGERANG.CO.ID
– Senin sekira pukul 22.30 WIB, kami berempat berangkat dari Kota Tangerang menuju salah satu tempat ziarah yang mulai banyak dikenal, Makam Gajah Barong di Desa Cileles, Kecamatan Tigaraksa.


Perjalanan malam terasa tenang. Jalanan yang biasanya ramai kini lengang. Udara dingin memeluk kami sepanjang jalan, hingga sekitar pukul 00.15 WIB, mobil kami perlahan memasuki area makam. Tak seperti dulu, kini jalanan sudah bisa diakses kendaraan, dan lampu-lampu terang permanen menggantikan lampu minyak yang dulu menjadi satu-satunya penerang.


Kami langsung menuju sumur Panguripan, sumur tua yang airnya dipercaya membawa keberkahan. Di bawah gemerlap lampu dan langit malam yang tenang, kami mandi dengan air dari sumur tersebut. Airnya dingin namun menyegarkan. Terasa seperti membasuh lelah dan gelisah dari dalam diri seperti menyambut perjalanan batin yang lebih dalam.



Usai mandi, kami melangkah ke pusara Syekh Gajah Barong. Doa kami panjatkan dalam hening. Syekh Gajah Barong diyakini sebagai pengawal Sultan Maulana Hasanudin dari Kesultanan Banten dan tokoh penting dalam penyebaran Islam di wilayah ini.


Tidak jauh dari makam, terdapat tiga pohon yang menyatu dalam satu batang,pohon Madang Batu, Gagambiran, dan Mangga. Pemandangan langka ini kerap diyakini sebagai pertanda kebesaran Ilahi.



Kami duduk berbincang dengan Abah Songgo, juru kunci makam yang telah mengabdi selama 12 tahun. Dengan tenang, ia berbagi kisah tentang sejarah Gajah Barong, pohon keramat, dan nilai-nilai spiritual yang menyelimuti tempat ini.


 “Biasanya malam Jumat ramai,” ujar Abah Songgo. “Tapi malam ini agak sepi. Rezeki kalian bisa dapat suasana lebih khusyuk.”


Air sumur Panguripan menurutnya tak pernah kering. “Air ini jadi wasilah. Tapi yang menyembuhkan, menenangkan, itu Allah,” katanya. Ia juga menekankan pentingnya menjaga adab dan niat saat berziarah ke tempat seperti ini.


Sekira pukul 02.30 WIB, kami meninggalkan area makam dengan hati yang lebih lapang. Malam yang hening, air yang dingin, dan cerita-cerita dari Abah Songgo menjadi bekal spiritual yang membekas.


Jfr