![]() |
Gambar ilustrasi |
TANGERANG.BERITATANGERANG.CO.ID - Kecelakaan antara Kereta Commuter Line jurusan Duri–Tangerang dan sebuah truk bermuatan kardus di depan Pasar Induk Kota Tangerang, Jumat (20/6) pagi, menjadi pengingat keras bahwa urusan keselamatan di perlintasan kereta api masih jauh dari kata aman.
Empat orang terluka dalam insiden tersebut, termasuk sang masinis dan sopir truk. Dua pengendara motor yang kebetulan berada di dekat lokasi juga ikut jadi korban. Kereta harus berhenti darurat dan gerbongnya mengalami kerusakan. Jalur sempat ditutup, dan tak sedikit penumpang yang telat tiba di tempat tujuan.
Penyebabnya? Dugaan sementara menyebutkan truk melintas ketika palang pintu belum sepenuhnya tertutup. Artinya, ada celah. Bisa jadi karena kurangnya kedisiplinan pengemudi. Tapi bisa juga karena sistem perlintasan yang tak maksimal. Di situlah masalah ini jadi serius.
Perlintasan Sebidang Titik Rawan yang Sering Terlupakan
Kota Tangerang memiliki sejumlah perlintasan sebidang yang padat dan ramai. Namun hingga kini, sebagian besar masih mengandalkan sistem manual,palang yang ditutup secara konvensional, pengawasan yang terbatas, dan minimnya teknologi pendukung.
Kecelakaan di Tanah Tinggi bukan yang pertama, dan bukan tak mungkin akan terulang jika tidak ada pembenahan berarti. Setiap hari, ribuan kendaraan melintasi jalur kereta. Sedikit kelalaian saja bisa berujung fatal.
Ini bukan soal siapa yang salah, tapi soal sistem yang rentan.
Langkah Konkret yang Harus Segera Diambil
Pemerintah Kota Tangerang, Dinas Perhubungan, hingga PT KAI sepatutnya menjadikan insiden ini sebagai titik tolak evaluasi menyeluruh. Beberapa hal yang patut dipertimbangkan:
Modernisasi sistem perlintasan dengan teknologi sensor otomatis dan kamera pengawas.
Sosialisasi dan edukasi publik tentang bahaya melintasi rel saat sinyal peringatan sudah aktif.
Peningkatan pelatihan petugas palang agar sigap dan patuh pada prosedur keselamatan.
Sanksi tegas bagi pengemudi yang nekat melanggar rambu perlintasan.
Upaya-upaya ini bukan hal baru. Tapi selama belum dijalankan secara konsisten dan serius, maka potensi kecelakaan akan terus ada. Dan sayangnya, yang jadi korban bukan hanya pelanggar—tapi juga orang-orang yang tak tahu apa-apa.
Kecelakaan KRL kemarin hanyalah satu dari banyak cerita yang bisa berakhir lebih buruk. Kita tidak ingin angka korban menjadi pemicu baru untuk bergerak. Sudah cukup banyak nyawa yang jadi bukti bahwa keselamatan bukan sesuatu yang bisa ditawar.
Kita semua,pengemudi, warga, pemerintah, hingga operator,punya tanggung jawab menjaga keselamatan bersama. Perlintasan kereta bukan sekadar titik temu dua jalur, tapi juga titik rawan yang harus dikelola dengan kesadaran dan sistem yang kuat.
Semoga insiden ini menjadi pelajaran, bukan sekadar catatan. Karena keselamatan, sejatinya, bukan perkara teknis semata, tapi soal kemauan untuk berubah.
Redaksi
beritatangerang.co.id